Jumat, 08 Oktober 2010

Cobra kepala lima?Dasar koplak!!!!


Ular berkepala lima yang katanya ditemukan di India, aslikah atau sekedar sotoshop.?



Alam yang rusak

gambar :ilustrasi
         Mungkin tidak pernah hadir dan terbanyangkan dalam benak kita bahwa papua akan diserang oleh bencana alam, dimana telah meluluh lantahkan alam dan segala isinya dalam terjangan dahsyat banjir bandang.
Senin 08.30, murka alam mendatangkan banjir bandang luapan air sungai batang silai menerjang 80% kota wasior kabupaten teluk wondama, Papua barat. hingga jumat (8/10/2010) malam, tercatat 108 tewas dan 76 orang masih dinyatakan hilang.
Papua adalah pulau yang memiliki luas hutan sebesar 33 juta hektar (wilayah hutan terluas kedua setelah pulau Kalimantan). secara teoritis, hutan selain berfungsi sebagai penghasil oksigen juga sebagai pengikat struktur tanah serta sebagai serapan air, sehingga keberadaan hutan dalam suatu wilayah sangatlah penting adanya untuk memenuhi kebutuhan manusia dan mencegah bencana alam seperti di papua. tetapi bencana banjir bandang di papua melahirkan sebuah antitesa apakah ini determinisme alam dan murka tuhan ?
Tahun 2005 sampai 2009 analisa citra satelit menunjukkan telah terjadi deforestasi seluas 1.017.841,66 hektar atau berkisar 254.460,41 hektar pertahun. jika prediksi deforestasi nasional seluas 1,17 juta hektar pertahun, berarti papua barat menyumbang 25% dari angka tersebut (Anonim, 2010).
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi pers mengatakan, “bahwa bencana banjir bandang di papua barat bukanlah akibat pembalakan liar”. hahahaha… lucu,,
Iya memang bencana banjir di papua barat bukan akibat pembalakan liar, karena kegiatan eksploitasi alam di papua itu dilegalisasi oleh pemerintah !
Ancaman bencana ekologis di papua barat sangatlah ironis. saat ini pemerintah pusat telah memberikan izin kepada 20 perusahaan Hak Penguasaan Hutan (HPH) dengan luas total areal 3.568.080 hektar di papua barat (pertambangan batubara, gas, mineral) dengan bebas mengeruk dan mengekploitasi dan menjadikan alam sebagai komoditi ekonomi secara berlebihan (Anonim, 2010).
Dalam situasi seperti ini, pemerintah mestinya mampu merespon dengan cepat gejala-gejala alam yang sedang mengalami fase-fase menuju kehancuran. kebijakan-kebijakan pemerintah yang melegalkan eksploitasi alam haruslah segera dihentikan. pemanfaatan alam oleh manusia tidak lagi untuk memenuhi hajat hidup tetapi telah rakus mengeksploitasi secara berlebihan untuk dijadikan sebuah komoditi yang mendatangkan keuntungan ekonomi bagi segelintir orang.
Setiap masyarakat dan pemerintah pada khususnya mesti memahami keseimbangan dan posisi alam bagi keberlangsungan lingkungan hidup. dalam New Ecological Paradigm (NEP), telah memposisikan manusia sebagai bagian dari alam yang sejajar dengan makhluk hidup yang lain (tumbuhan dan hewan). walaupun ada perkecualian bagi manusia yang tidak dimiliki oleh makhluk hidup lain. Keseimbagan alam akan dicapai ketika setiap masyarakat sadar hubungan manusia dan alam (tanah, air hewan dan tumbuhan) diposisikan secara horizontal.
Bumi tidak dilihat sebagai hak milik (property), seprti tuan dan budak-budaknya pada zaman primitif. akan tetapi seperti komunitas manusia, bumi dan segala isinya adalah subjek moral. oleh sebab itu bumi bukan objek atau alat yang dapat dipergunakan sesuka hati, karena bumi memiliki keterbatasan sama seperti manusia.
Sekali lagi, bencana di papua menjadi pelajaran bagi kita untuk sadar akan keadaan alam yang senantiasa menuntut keseimbangan. eksploitasi alam dari tahun ke tahun tidaklah mendatangkan keuntungan bagi setiap masyarakat melainkan hanaya untuk elit-elit politik beserta para pengusaha-pengusaha serakah akan sebuah komoditas ekonomi.
“alam ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia, tetapi alam ini tidak akan cukup untuk memenuhi kerakusan manusia”-mahatma gandhi-