Sabtu, 24 Januari 2015

Kaitan Agama dengan Masyarakat

Fungsi dan Peran Agama Dalam Masyarakat
Dalam hal fungsi, masyarakat dan agama itu berperan dalam mengatasi persoalan-persoalan yang timbul di masyarakat yang tidak dapat   dipecahakan   secara   empiris   karena   adanya   keterbatasan kemampuan dan ketidakpastian. Oleh karena itu, diharapkan agama menjalankan   fungsinya   sehingga   masyarakat   merasa   sejahtera, aman, dan stabil. Agama dalam masyarakat bisa difungsikan sebagai berikut :
a.  Fungsi edukatif.
     Agama memberikan bimbingan dan pengajaaran dengan perantara petugas-petugasnya (fungsionaris) seperti syaman, dukun, nabi, kiai, pendeta imam, guru agama dan lainnya, baik dalam upacara (perayaan) keagamaan, khotbah, renungan (meditasi) pendalaman rohani, dsb.

b.  Fungsi penyelamatan.
Bahwa setiap manusia menginginkan keselamatan baik dalam hidup sekarang ini maupun sesudah mati. Jaminan keselamatan ini hanya bisa mereka temukan dalam agama. Agama membantu manusia untuk mengenal sesuatu “yang sakral” dan “makhluk teringgi” atau Tuhan dan berkomunikasi dengan-Nya. Sehingga dalam yang hubungan ini manusia percaya dapat memperoleh apa yang ia inginkan. Agama sanggup mendamaikan kembali manusia yang salah dengan Tuhan dengan jalan pengampunan dan Penyucian batin.

c.  Fungsi pengawasan sosial (social control)
Fungsi agama sebagai kontrol sosial yaitu :
  • Agama meneguhkan kaidah-kaidah susila dari adat yang dipandang baik bagi kehidupan moral warga masyarakat.
  • Agama mengamankan dan melestarikan kaidah-kaidah moral ( yang dianggap baik )dari serbuan destruktif dari agama baru dan dari system hokum Negara modern.
  •  
d.  Fungsi memupuk Persaudaraan.
Kesatuan persaudaraan berdasarkan kesatuan sosiologis ialah kesatuan manusia-manusia yang didirikan atas unsur kesamaan.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan ideologi yang sama, seperti liberalisme, komunisme, dan sosialisme.
  • Kesatuan persaudaraan berdasarkan sistem politik yang sama. Bangsa-bangsa bergabung dalam sistem kenegaraan besar, seperti NATO, ASEAN dll.
  • Kesatuan persaudaraan atas dasar se-iman, merupakan kesatuan tertinggi karena dalam persatuan ini manusia bukan hanya melibatkan sebagian dari dirinya saja melainkan seluruh pribadinya dilibatkan dalam satu intimitas yang terdalam dengan sesuatu yang tertinggi yang dipercayai bersama
e.  Fungsi transformatif.
Fungsi transformatif disini diartikan dengan mengubah bentuk kehidupan baru atau mengganti nilai-nilai lama dengan menanamkan nilai-nilai baru yang lebih bermanfaat.
Sedangkan  menurut   Thomas   F.O’Dea  menuliskan   enam  fungsi agama dan masyarakat yaitu:
     1.      Sebagai pendukung, pelipur lara, dan perekonsiliasi.
     2.      Sarana hubungan  transendental  melalui  pemujaan dan upacara keagamaan.
     3.      Penguat norma-norma dan nilai-nilai yang sudah ada.
     4.      Pengoreksi fungsi yang sudah ada.
     5.      Pemberi identitas diri.
     6.      Pendewasaan agama.
Agama memiliki peranan yang sangat penting dalam kehidupan manusia dan
masyarakat, karena agama memberikan sebuah system nilai yang memiliki derivasi
pada norma-norma masyarakat untuk memberikan pengabsahan dan pembenaran dalam
mengatur pola perilaku manusia, baik di level individu dan masyarakat. Agama
menjadi sebuah pedoman hidup singkatnya. Dalam memandang nilai, dapat kita lihat dari dua sudut pandang. Pertama, nilai  agama dilihat dari sudut intelektual yang menjadikan nilai agama sebagai norma  atau prinsip. Kedua, nilai agama dirasakan di sudut pandang emosional yang menyebabkan adanya sebuah dorongan rasa dalam diri yang disebut mistisme.
Tipe-Tipe Kaitan Agama dalam Masyarakat

Kaitan agama dengan masyarakat dapat mencerminkan tiga tipe, meskipun tidak menggambarkan sebenarnya secara utuh (Elizabeth K. Nottingham, 1954), yaitu:

1. Masyarakat yang terbelakang dan nilai- nilai sakral
Masyarakat tipe ini kecil, terisolasi, dan terbelakang. Anggota masyarakat menganut agama yang sama. Oleh karenanya keanggotaan mereka dalam masyarakat, dalam kelompok keagamaan adalah sama.

2. Masyarakat- masyarakat pra- industri yang sedang berkembang
Keadaan masyarakat tidak terisolasi, ada perkembangan teknologi yang lebih tinggi daripada tipe pertama. Agama memberikan arti dan ikatan kepada sistem nilai dalam tipe masyarakat ini. Dan fase kehidupan sosial diisi dengan upacara- upacara tertentu.

3. Masyarakat- masyarakat industri sekular
Masyarakat industri bercirikan dinamika dan teknologi semakin berpengaruh terhadap semua aspek kehidupan, sebagian besar penyesuaian- penyesuaian terhadap alam fisik, tetapi yang penting adalah penyesuaian- penyesuaian dalam hubungan kemanusiaan sendiri. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai konsekuensi penting bagi agama, Salah satu akibatnya adalah anggota masyarakat semakin terbiasa menggunakan metode empiris berdasarkan penalaran dan efisiensi dalam menanggapi masalah kemanusiaan, sehingga lingkungan yang bersifat sekular semakin meluas. Watak masyarakat sekular menurut Roland Robertson (1984), tidak terlalu memberikan tanggapan langsung terhadap agama. Misalnya pemikiran agama, praktek agama, dan kebiasaan- kebiasaan agama peranannya sedikit.


referensi : http://eliana-hubunganagamadanmasyarakat.blogspot.com/ 
        http://danikamalia.blogspot.com/2013/01/normal-0-false-false-false-in-ja-x-none.html


Pengertian dan Manfaat Agama



I. PENGERTIAN
Terdapat tiga istilah yang sering digunakan untuk mengambarkan sebuah konsep hubungan manusia dengan Tuhan-Nya, atau pemaknaan terhadap penyerahan, ritual dan persepsi adanya “realitas” diluar manusia, yaitu : Agama, Religion dan Ad Dien.

Agama
Agama yang dalam bahasa Sangsekerta berarti tidak kacau (a = tidak dan gama = kacau) dipakai untuk menjelaskan hubungan manusia dengan Tuhan-Nya dalam kerangka kepatuhan terhadap aturan untuk mewujudkan kehidupan yang sejahtera, damai, selamat dan tentram. Dengan demikiran prinsip dan misi agama pada hakekatnya adalah berusaha mewujudkan kehidupan yang tidak kacau. Walaupun demikian, konsep kedamaian dan kesejahteraan boleh jadi hanya bersifat sementara dan duniawiyah saja, sedangkan prinsip kesejahteraan yang abadi boleh jadi tidak menjadi prioritas keberagamaan.

Dalam memberlakukan agama sebagai instrument mewujudkan kesejahteraan dan keda-maian hidup, munculah tafsiran-tafsiran agama yang berbeda-beda – yang cenderung men-jadi sebuah pergulatan pemikiran tersendiri dalam kajian ilmu agama terutama dipandang dari sisi kebenaran keimanan dan kepercayaan serta aktualisasi peribadatan mereka dan keterkaitannya dengan hasil akhir yang didapat, misalnya balasan amal di akhirat (Surga dan Neraka menurut agama Islam atau Nirwana dan Hukum Karma menurut agama Hindu).
Aplikasi hubungan dengan eksistensi yang transendent melahirkan berbagai konsep agama dan aktualisasinya. Di Indonesia berkembang pemikiran bahwa setiap sesuatu memiliki “roh” yang didalamnya tersimpan kekuatan magic dan mistik yang luar biasa. Konsep animisme menjadi wujud adanya hubungan antara manusia dengan eksistensi yang transendent dan sudah barang tentu sangat abstrak dan cenderung tidak dapat dijelaskan realitasnya baik dari segi dogmatik maupun dari segi nalar – kemudian berkembang menjadi dinamisme.
Prinsip-prinsip Dinamisme nampak lebih aplikatif dan kongkrit, karena ia mampu menje-laskan wujud eksistensi yang transendent dalam beberapa eksistensi yang profan (tidak suci dan bersifat kebendaan). Ia menganggap bahwa semua benda atau benda tertentu memiliki kekuatan supra natural (mana/magic/tuah) yang ditunjukkan lewat kehebatan yang diluar kelaziman. Kekuatan eksistensi yang transendent tersebut ternyata tidak hanya masuk pada benda tertentu, melainkan masuk juga pada binatang atau hewan tertentu yang kemudian dikenal dengan “Totemisme”, misalnya sapi, ular dan kucing.

Religion
Pada terminologi lain ditemukan kata-kata “Religion” untuk menggambarkan hal yang sama dengan agama. Dalam An English Reader’s Dictionary terdapat tiga kemungkinan kata yang berkait dengan Religion, yaitu Religi, Religion dan Religious atau Releigiousitas. Pertama; Religi dalam tinjauan antropologi sering dikaitkan dengan ritual (upacara agama/ ibadah) untuk menundukkan kekuatan gaib terutama pada masyarakat primitif. Perwujudan dari konsep Religi tersebut adalah ritus dan peribadatan dalam agama, pengusiran dan penundukkan kekuatan gaib berupa praktek mistik dan magic dan masih banyak lagi – baik dalam tataran tingkat modern maupun tingkat tradisional. Artinya sesekali pada masyarakat modern masih dijumpai ritus-ritus tertentu dan untuk kepentingan tertentu – misalnya ritus yang didasarkan pada ramalan perbintangan (astrologi-horoscope).
Kedua; Religion digambarkan sebagai sebuah konsep atau aturan yang mendasari prilaku Religi atau ritus-ritus tersebut. Dengan demikian Religi atau ritus dalam agama tertentu tidak akan mungkin ada jika konsep atau aturan agamanya tidak ada. Dalam An English Reader’s Dictionary karangan A.S. Homby dan E.C Pamwell, disebutkan bahwa “Religion is a system of faith and worship based on such belief” (sistem kepercayaan dan penyembahan yang dibangun berdasarkan keyakinan tertentu). Maka Religion dalam pandangan seperti ini hanya memuat dua unsur yaitu :
a. Faith (kepercayaan – artinya adanya persepsi yang sadar tentang eksistensi kekuatan diluar manusia yang memperngaruhi kelangsungan hidup mereka).
b. Worship (peribadatan/penyembahan – artinya perlu adanya perwujudan ritus yang kongkrit sebagai penghambaan dan ketertundukkan manusia terhadap kekuatan tersebut, misalnya dalam bentuk sesaji, kurban dll.).

Dalam pemikiran yang cukup sederhana – ternyata untuk membuat sesuatu itu menjadi agama hanya diperlukan dua komponen yaitu komponen kepercayaan (faith) dan penyembahan (worship). Prinsip minimal pembentukan agama tersebut menyisakan permasalahan yang cukup rumit yaitu mampukah agama tersebut mewujudkan pribadi yang sejahtera, damai dan selamat terutama untuk untuk kehidupan akhirat yang justru menjadi tujuan utama beragama. Sebab tidak jarang kita menemukan sekte atau aliran yang hampir menjadi sebuah agama, tetapi mereka justru menyesatkan dan mencelakakan pemeluknya.
Oleh sebab itu dalam pandangan saya – agama yang dibentuk berdasarkan prinsip mini-malis tersebut perlu diwaspadai, sebagaimana yang diungkapkan oleh Dr. Nurcholis Madjid – “Kepercayaan yang benar akan melahirkan kedamaian, kesejahteraan dunia dan akhirat, sedangkan kepercayaan yang salah akan menyesatkan hidup, merusak dan membahayakan bagi pertumbuhan kebudayaan dan manusia serta anti terhadap keselamatan hidup.

Ketiga; Religious (Religiousitas) adalah sebuah sikap yang nampakdalam prilaku seseorang yang terinternalisasi oleh nilai-nilai atau ajaran-ajaran agama. Sikap tersebut menjadi parameter terhadap asumsi seberapa tinggi tingkat penghayatan dan peng-amalan mereka terhadap nilai atau ajaran agama tersebut. Semakin sejahtera, damai dan tentram, maka menunjukkan semakin tinggi pula penghayatan dan pengamalan terhadap ajaran agama – demikian juga semakin keras, kasar, tidak adanya toleransi dan jaminan keselamatan dan kesejahteraan, maka semakin gersang dan tidak nampak prilaku keagamaan dalam hidup mereka, boleh jadi sampai pada satu asumsi bahwa agama tidak dibutuhkan oleh mereka.

Ad Dien
“Ad Dien”. Kata Ad Dien dengan mudah dapat kita temukan di dalam al Qur’an, karena kata tersebut adalah kesatuan tentang ajaran agama Islam. Dalam kajian ilmu keislaman pada masa salaf, semua jenis ilmu agama yang bersumber pada al Qur’an dan Hadits dinamakan dengan “Tafaqquh fid-Dien” – baik itu menyangkut kepercayaan (aqoid), peribadatan dan hukum-hukumnya (ubudiyah dan syari’ah) dan konsep-konsep keagamaan lainnya (Muamalah siyasiyah) sebagaimana disebutkan dalam Al qur’an Surat At Taubah ayat 122.

Belakangan rumpun Ad Dien dikembangkan berdasarkan spesifikasi kajian, sehingga menjadi disiplin ilmu yang bermacam-macam dengan sistematika dan metodologi yang berbeda, sedangkan ad Dien itu sendiri menjadi rumah besar bagi rujukan dan keabsah-an keilmuan Islam.
Didalam al Qur’an kita menemukan banyak sekali kata-kata ad Dien, namun kalau diklasifikasikan hanya memiliki tiga arti yaitu :
Aturan-aturan agama sebagaimana firman Allah dalam Qs Asy Syuura : 13 dan 21 dan Qs. Al Haj : 78)

Ketaatan, kepatuhan dan keihlasan sebagaimana tersebut dalam Qs. Az Zumar : 3 dan 11, Al Bayyinah : 5)


Hari kiamat atau hari Agama atau hari pembalasan (Al Fatihah : 4, Ash Shoffaat : 20, Ash Shod : 78; Adz Dzaariat : 13; al Waaqiah : 56; al Mudatsir : 46; Al Ma’arij : 26; al Infithar : 9, 10 dan 17 dan Al Muthoffifin : 11).

Ketiga unsur pengertian tersebut memilki keterkaitan yang sangat erat, Allah dengan sifat rahman dan rahim-Nya menurunkan aturan-aturan agama untuk dijadikan pedoman mengarungi kehidupan dunia. Pedoman tersebut memerlukan ketaatan dan kepatuhan serta keihlasan yang maksimal dari manusia itu sendiri agar terwujud sisi ideal moral yang diinginkan oleh setiap aturan. Sebetulnya Allah tidak membutuhkan ketaatan atau kepatuh-an dari manusia, sebab Allah sudah memberikan kebebasan memilih bagi manusia – apakah manusia mau beriman atau tidak (Qs. Al Kahfi : 29), juga tidak ada paksaan dalam agama, karena telah nyata perbedaan antara jalan kebenaran dan kesesatan (Qs. Al Baqoroh : 256). Kepatuhan dan ketaatan tersebut dibutuhkan untuk mewujudkan hasil yang maksimal dari aktifitas dan pengamalan terhadap ketentuan tersebut. Setiap hukum dan peraturan memer-lukan kesadaran dan keihlasan dari pelaku untuk menghasilkan atau mewujudkan maksud diadakannya hukum tersebut yaitu keselamatan, ketentraman, keteraturan dan kebenaran.
Dalam kehidupan sehari-hari seringkali kita temukan orang-orang yang mengikuti atau menjalankan hukum atau agama secara lahiriyah, tetapi secara batiniyah (tidak nampak) ia mempermainkan hukum atau aturan agama. Aturan agama dapat dijalankan secara lahiriyah dan batiniyah, maka disinilah pengertian Ad dien yang ketiga berfungsi – Allah akan menen-tukan dengan sebenar-benarnya siapa hamba-Nya yang ikhlas dan patuh pada saat hari pembalasan amal yaitu pada hari kiamat nanti.
Menurut Ulama fiqih; Ad Dien didefinisikan sebagai

الدين هو وضع الهي سائق لذوي العقول باحتيارهم الي الصلاح في الحال والفلاح في الماًل

Artinya : Agama adalah ketentuan-ketentuan Allah yang diberikan kepada manusia yang berakal untuk mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan keselamatan hidup di akhirat”

Dari pengertian tersebut terdapat tiga hal yang sangat penting untuk diperhatikan, yaitu
a. Bahwa Ad Dien itu adalah aturan-aturan Allah – artinya segala bentuk hukum dari agama itu bersumber dari Allah, Nabi Muhammad SAW hanya menyampaikan risalah tersebut kepada manusia tanpa dikurangi atau ditambahi sedikitpun.
Diberikan kepada manusia yang berakal. Memahami konsep manusia yang berakal dapat dibedakan menjadi 2 bagian yaitu berakal dalam konteks syar’iyah dan berakal dalam konstek kesadaran berfikir.
Berakal (Baligh) dalam konsteks syar’iyah adalah situasi dimana hukum-hukum tentang kewajiban dan larangan agama dibebankan kepada manusia. Indikatornya adalah ketika manusia mampu memberikan alternatif dan solusi terhadap permasa-lahan hidup dengan sadar (kemampuan akliyah) dan Baligh berarti telah sampai pada masa kematangan reproduksi nya yaitu dengan keluar sperma bagi kaum laki-laki dan menstruasi bagi kaum wanita. Terhadap orang yang hilang kesa-darannya baik karena gila, tidur atau lupa, maka hukum-hukum taklifi tidak berlaku atasnya – artinya tidak berhak atas dosa atau hukuman, jika ia melakukan kesalahan.
Sedangkan berakal dalam konteks kesadaran berfikir dapat dibedakan menjadi dua; Pertama yaitu kemampuan mengurai setiap permasalahan dalam kerangka analitis sistematis; misalnya dalam tinjauan sebab, akibat dan solusinya dengan dasar ilmu yang realible – dus kemampuan tersebut lebih mengarah pada aspek intelektualitas seseorang. Kedua; yaitu kesadaran hati (berfikir dengan hati nurani) terkadang seseorang memiliki kepandaian intelektual, tetapi ia tidak memiliki kepan-daian “Hati Nurani/Qolb”. Ia mengingkari hukum, melakukan zina, mencuri atau perbuatan melanggar hukum agama lainnya. Secara akal dia tahu bahwa zina itu haram karena sejelek-jeleknya perbuatan dan jalan kehidupan, tetapi akalnya tidak mampu menjelaskan hal tersebut didepan gelora Hati dan nafsu syetannya – maka ketika itu ia tidak berakal sebagaimana firman Allah dalam Qs. Al A’raf : 178

Jika ia mampu menggunakan akal secara benar untuk memahami dan menjalankan aturan Allah tersebut, maka ia akan mendapatkan kehidupan yang bahagia di dunia dan keselamatan hidup di akhirat. Artinya bahwa akal yang benar akan membawa pada pilihan yang benar terhadap apa yang diberikan oleh Allah – dan hal tersebut menjadi modal untuk memperoleh kebahagiaan.
Kebahagiaan hidup di dunia berdimensi sangat luas dan abstrak. Standar keba-hagiaan tidak dapat diukur dengan seberapa banyak ia mempunyai harta benda melain-kan lebih mengarah kepada kenyamanan, ketentraman dan kemampuan mengendalikan diri. Rasulullah mengatakan :”bukanlah kaya itu karena ia memiliki harta benda, melainkan adanya kelapangan hati”. Oleh sebab itu, agama tidak menjanjikan langsung melimpahnya harta kekayaan melainkan kemantapan bathin yang berujung pada komit-men dan keuletan berusaha. Bagi mereka dunia adalah tempat persinggahan sementara dan permainan yang melenakan (Qs. Ali Imron : 185, Al An’am : 32 dan Hadid : 20), oleh sebab itu kekayaan yang paling sempurna adalah ketenangan dalam menjalankan agama itu sendiri (Qs. Al Maidah : 3).
Sedangkan keselamatan hidup di akhirat adalah keberhasilan seseorang dalam mempertanggung jawabkan semua aktifitas pelaksanaan amanat hidup sebagai hamba Allah (Qs. Adz Dzariat : 56) dan sebagai Kholifah (Qs. Al Baqoroh : 30) yang sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah. Pada masa tersebut, manusia tidak dapat mohon bantuan kepada sesamanya, sebab pada hari itu semua dihisab amal-nya dengan seadil-adilnya. Harta benda dan anak istrinya yang dulu dibanggakan, sudah tidak dapat dibanggakan lagi – yang ada hanya “Rahman dan Rahimnya” dzat yang Maha Kuasa (Qs. Al Baqoroh : 48, 123 dan 281)

Di samping Ad Dien, terdapat juga kata “Millah” sebagaimana disebut dalam beberapa ayat al Qur’an, misalnya Qs. Al Baqoroh : 130 dan 135. Secara subtantif kata “millah” memiliki arti sebagai “jalan atau gaya hidup” yang dikembangkan oleh para Nabi sebelum Nabi Muhammad. Oleh sebab itu keluasan cakupan Millah tidak dapat melebihi cakupan Ad Dien, karena Millah bisa saja dikembangkan berdasarkan nilai subtansial dari Ad Dien, sedangkan Ad Dien terkadang tidak memasukkan millah dari beberapa Nabi atau Rasul sebelumnya, misalnya Dienul Islam yang dibawa Nabi Muhammad tidak memasukkan ajaran atau berpuasa sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi Dawud.
Terdapat 10 ayat yang menjelaskan penggunaan kata “Millah” dan kesemuanya dikaitkan dengan cara dan gaya hidup Nabi Ibrahim/
ملة ابراهيم (Qs. Al Baqoroh :130 dan 135, Ali Imron : 95, An Nisa’ : 125, Al A’am : 162, Yusuf : 37-38, An Nahl : 123, Al Haji : 78 dan Shad : 7). Nabi Ya’kub yang merupakan cucu nabi Ibrahim, juga memberikan justifikasi jalan hidup kepada anak-anaknya dengan prinsip “millah Ibrahim” yang bebas dari unsur kemusyrikan.

Dengan demikian subtansi Millah Ibrahim memiliki kesesuaian dengan prinsip-prinsip tauhid yang dibawa oleh semua Nabi dan Rasul Allah.
Pengertian Millah sebagai jalan hidup atau style sebuah masyarakat juga nampak pada penggunaan kata millah dengan bentuk lain sebagaimana tersebut pada Qs. Al Baqoroh : 120, Al A’raf : 87-88, Ibrahim : 13 al Kahfi : 20. Secara khusus dalam Qs. Al Baqoroh : 120 – kata-kata Millah dikaitkan dengan gaya hidup atau bahkan keyakinan kaum Yahudi dan Nasrani yang datang sebelum Nabi Muhammad menyampaikan risalah Islam.


II. PERBANDINGAN ANTARA AGAMA, RELIGION DAN AD DIEN
Persamaan
Agama, Religion atau Ad Dien memiliki kesamaan pandangan dalam 3 hal walaupun pada titik tertentu, aplikasi dan realitas spiritualnya berbeda. Ketiga hal tersebut adalah :
1. Pengakuan adanya yang Maha Kuat – yang berada diluar jangkauan manusia (immatrial atau transendentt) dalam bahasa Islam disebut dengan Allah (Tuhan).
2. Adanya kehidupan sebagai tempat pembalasan amal manusia, baik itu langsung maupun tidak langsung, misalnya Surga dan Neraka (Islam) atau Nirwana dan Hukum Karma (Hindu-Budha).
3. adanya peribadan atau ritual yang merupakan perwujudan hubungan antara ma-nusia dengan yang Maha Kuat – tentu dengan berbagai bentuk dan tata caranya.

Perbedaan
1. Tata nilai yang dikembangkan oleh Ad Dien (agama samawi) berasal dari Wahyu Allah, sedangkan Agama dan Religion berasal dari refleksi manusia terhadap peris-tiwa yang terjadi dilingkungannya.
2. Kebenaran yang dibawa oleh Ad Dien bersifat mutlak/absolut – karena ia datang dari Allah (Qs. Al Baqoroh : 147 dan Ali Imron : 60) , sedangkan Agama dan Religion bersifat Dzanny (spekulatif/sementara) – karena ia datang dari manusia yang lemah, tak berilmu dan hanya persangkaan saja ( Qs. Al Baqoroh : 78-79).
3. Ad Dien menjamin bagi pengikutnya dengan “keselamatan dan kebahagiaan” (Qs. Ali Imron : 85), sedangkan Agama dan Religion tidak menjaminnya bahkan di antaranya ada yang berujung dengan kebodohan, kesengsaraan bathin dan kese-satan hidup (Qs. Al Baqoroh : 170 dan Al Anbiya’ : 52-54).
4. Ad Dien mengajak pada pemeluknya untuk menghambakan kepada Pencipta sekalian, sedangkan agama dan Religion terkadang mendorong pada penghamba-an kepada sesama makhluq dan belenggu-belenggu Thogut lainnya.


III. FUNGSI AGAMA BAGI MANUSIA
Amat beragam orang mempersepsi keberadaan agama bagi manusia – sebagian diantara mereka melihat agama sebagai beban yang amat berat – yang mengganggu aktifitas kehidupan mereka sehari-hari. Frederich Engle dan Karl Marx membandingkan agama yang abstrak dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang serba materialis. Bagi mereka agama tidak dapat mencukupi kebutuhan manusia terutama dalam pemenuhan ekonomi dan status sosial – diperlukan usaha keras untuk merubah keadaan sosial dengan perjuangan kelas dan bukan dengan khutbah-khutbah agama. Jadi agama (“Tuhan”) tidak diperlukan dalam proses tersebut, maka tidaklah heran kalau doktrin yang mereka kembang-kan adalah hancurkan agama karena candu bagi masyarakat.
Setali tiga uang dengan Frederich Nieztche – filosof eksistensialis asal negara Jerman. Ia mengatakan bahwa dogma-dogma agama yang dikembangkan oleh para rahib dimaksudkan untuk menafikan peran sentral manusia yang berasal dari kekuatan fikir manusia. Jadi manusia membutuhkan agama karena potensi dilemahkan oleh agama itu sendiri. Agar manusia tidak dibodohi oleh agama dan sudah barang tentu Tuhan, maka manusia harus menjadi kuat (superman) dan untuk itu sangat perlu dikembangkan slogan “Tuhan telah Mati/The God is Dead” dalam diri manusia.
Dalam pandangan Islam, agama sangat penting karena ia menjadi modal dasar dilahir-kannya manusia di dunia untuk melengkapi kemampuan jasmaniyah. Potensi beragama atau kebenaran yang dimiliki oleh manusia ada sejak manusia dalam arwah dengan merujuk khusus pada pengakuan Allah sebagai Tuhan (Prinsip monotheisme) sebagaimana disebut dalam Qs. Al A’raf : 172. Oleh sebab itu pengingkaran terhadap eksistensi agama dan Tuhan menjadi sebab awal terjadinya keterpurukan rohani atau spiritual manusia. Mereka dapat membanggakan diri dengan popularitas dan intelektualitas yang dimiliki, tetapi mereka tidak tentram, damai dan tenang dalam kehidupannya dan bahkan ia merasa asing dengan lingkungan tempat mereka tinggal. Jean Paul Sartre – sastrawan dan juga filosof Perancis abad 19 mengakui keterpurukan spiritualitas dirinya dalam pesan terakhir sebelum ia melakukan bunuh diri.
Berdasarkan pemikiran-pemikiran tersebut, maka agama memberikan nuansa tersendiri dalam kehidupan manusia, yaitu :
1. Membawa manusia pada jati dirinya yaitu adanya kesadaran spiritual dengan memahami adanya realitas lain selain manusia.
2. Membimbing manusia agar menemukan jalan kehidupan yang tenang, tentram dan sejahtera, karena tujuan beragama agar manusia berjiwa suci dan berakhlaq mulia atau membawa dan membina manusia dan masyarakat menjadi baik.
3. Membimbing manusia agar menemukan jalan menuju kebahagian hidup di dunia dan keselamatan hidup di akhirat dengan jalan tunduk pada kemauan dan kehendak rahman rahim Tuhan
4. Memberikan pedoman kepada manusia agar ia dapat mewujudkan fungsi rahmat bagi alam sebagai tindak lanjut tugas kekhalifaan, juga mengajarkan pentingnya menentukan hal-hal yang utama dan membatasi hal-hal yang tidak terlalu utama (tidak penting).
5. Agama memberikan pedoman untuk nentukan kreteria perbuatan baik atau jahat; dengan harapan manusia dapat menghindarkan diri dari perbuatan jahat yang dianggap dapat mengotori kesucian jiwa bagi yang mengerjakannya. Dalam konsteks ini agama menentukan norma-norma kebaikan dan kejahatan. Ia menentukan pula peraturan-peraturan yang harus dipakai oleh manusia dalam hidup kemasyarakatannya, agar ia jauh dari kekotoran dan kejahatan.


referensi : http://ululazmi-zabaz.blogspot.com/2009/01/pengertian-dan-fungsi-agama-sebuah_06.html

Minggu, 11 Januari 2015

IPTEK DAN KEMISKINAN

PENGERTIAN ILMU PENGETAHUAN DAN TEKHNOLOGI
IPTEK adalah akronim dari Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, dimana dari akronim tersebut mempunyai artinya sendiri, baik Ilmu, Pengetahuan, maupun Teknologi.
Ilmu dapatlah dipandang sebagai produk, sebagai proses, dan sebagai paradigma etika.
  1. Ilmu dipandang sebagai proses karena ilmu merupakan hasil dari kegiatan sosial, yang berusaha memahami alam, manusia dan perilakuknya baik secara individu atau kelompok.
  2. Ilmu sebagai produk artinya ilmu diperoleh dari hasil metode keilmuan yang diakui secara umum dan sifatnya yang universal. Oleh karena itu ilmu dapat diuji kebenarannya, sehingga tidak mustahil suatu teori yang sudah mapan suatu saat dapat ditumbangkan oleh teori lain.
  3. Ilmu sebagai paradigma ilmu, karena ilmu selain universal, komunal, juga alat meyakinkan sekaligus dapat skeptis, tidak begitu saja mudah menerima kebenaran.
Istilah ilmu yang dikemukakan di atas berbeda dengan istilah pengetahuan. Ilmu diperoleh melalui kegiatan metode ilmiah atau epistemology. Jadi, epistemology merupakan pembahasan bagaimana mendapatkan pengetahuan. Epistemologi ilmu tercermin dalam kegiatan metode ilmiah. Sedangkan pengetahuan adalah pikiran atau pemahaman di luar atau tanpa kegiatan metode ilmiah, sifatnya dapat dogmatis, banyak spekulasi dan tidak berpijak pada kenyataan empiris. Sumber pengetahuan dapat berupa hasil pengalaman berdasarkan akal sehat (common sense) yang disertai mencoba-coba, intuisi (pengetahuan yang diperoleh tanpa penalaran) dan wahyu (merupakan pengetahuan yang diberikan Tuhan kepada para nabi atau utusan-Nya).
Adapun beberapa definisi ilmu menurut para ahli seperti yang dikutip oleh Bakhtiar tahun 2005 diantaranya  adalah :
a. Mohamad Hatta, mendefinisikan ilmu adalah pengetahuan yang teratur tentang pekerjaan hukum kausal dalam suatu golongan masalah yang sama tabiatnya, maupun menurut kedudukannya tampak dari luar, maupun menurut bangunannya dari dalam.
b. Ralph Ross dan Ernest Van Den Haag, mengatakan ilmu adalah yang empiris, rasional, umum dan sistematik, dan ke empatnya serentak.
c. Karl Pearson, mengatakan ilmu adalah lukisan atau keterangan yang komprehensif dan konsisten tentang fakta pengalaman dengan istilah yang sederhana.
d. Ashley Montagu, menyimpulkan bahwa ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam satu sistem yang berasal dari pengamatan, studi dan percobaan untuk menentukan hakikat prinsip tentang hal yang sedang dikaji.
e. Harsojo menerangkan bahwa ilmu merupakan akumulasi pengetahuan yang disistemasikan dan suatu pendekatan atau metode pendekatan terhadap seluruh dunia empiris yaitu dunia yang terikat oleh faktor ruang dan waktu, dunia yang pada prinsipnya dapat diamati oleh panca indera manusia. Lebih lanjut ilmu didefinisikan sebagai suatu cara menganalisis yang mengijinkan kepada ahli-ahlinya untuk menyatakan suatu proposisi dalam bentuk : “ jika …. maka “.
f. Afanasyef, menyatakan ilmu adalah manusia tentang alam, masyarakat dan pikiran. Ia mencerminkan alam dan konsep-konsep, katagori dan hukum-hukum, yang ketetapannya dan kebenarannya diuji dengan pengalaman praktis.
Yang dimaksud dengan atau pengertian tentang ilmu pengetahuan adalah pengetahuan yang didasarkan atas fakta-fakta di mana pengujian kebenarannya diatur menurut suatu tingkah laku sistem. Kamus Besar Bahasa Indonesia menyatakan bahwa ilmu pengetahuan adalah pengetahuan tentang suatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode tertentu, yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.
Ilmu pengetahuan menurut Horton, P, B., dan Chester L, H merupakan upaya pencarian pengetahuan yang dapat diuji dan diandalkan, yang dilakukan secara sistematis menurut tahap-tahap yang teratur dan berdasarkan prinsip-prinsip serta prosedur tertentu sedangkan tekonologi adalah penerapan penemuan-penemuan ilmiah untuk memecahkan masalah-masalah praktis.
Ilmu pengetahuan pada dasarnya memiliki tiga komponen penyangga tubuh pengetahuan yang disusun sebagai berikut:
  1. Ontologis, dapat diartikan sebagai hakikat apa yang dikaji oleh pengetahuan, sehingga jelas ruang lingkup wujud yang menjadi objek penelaahannya, dengan kata lain ontologis merupakan objek formal dari suatu pengetahuan
  2. Epistemologis, dapat diartikan sebagai cara bagaimana materi pengetahuan diperoleh dan disusun menjadi tubuh pengetahuan
  3. Aksiologis, merupakan asas menggunakan ilmu pengetahuan atau fungsi dari ilmu pengetahuan.
Teknologi, teknologi merupakan berasal dari bahasa Yunani, yaitu tekne, yang berari pekerjaan, dan logos, berarti suatu studi peralatan, prosedur dan metode yang digunakan pada berbagai cabang industri. Berikut ini definisi teknologi menurut para ahli :
a. Menurut Prayitno dalam Ilyas (2001), teknologi adalah seluruh perangkat ide, metode, teknik benda-benda material yang digunakan dalam waktu dan tempat tertentu maupun untuk memenuhi kebutuhan manusia
b. Menurut Mardikanto (1993), teknologi adalah suatu perilaku produk, informasi dan praktek-praktek baru yang belum banyak diketahui, diterima dan digunakan atau diterapkan oleh sebagian warga masyarakat dalam suatu lokasi tertentu dalam rangka mendorong terjadinya perubahan individu dan atau seluruh warga masyarakat yang bersangkutan.
c. Menurut Jaques Ellul memberi arti teknologi sebagai ”keseluruhan metode yang secara rasional mengarah dan memiliki ciri efisiensi dalam setiap bidang kegiatan manusia”. Pengertian teknologi secara umum adalah:
  1. proses yang meningkatkan nilai tambah
  2. produk yang digunakan dan dihasilkan untuk memudahkan dan meningkatkan kinerja
  3. Struktur atau sistem di mana proses dan produk itu dikembamngkan dan digunakan.
d. Menurut Iskandar Alisyahbana, teknologi telah dikenal manusia sejak jutaan tahun yang lalu karena dorongan untuk hidup yang lebih nyaman, lebih makmur dan lebih sejahtera. Jadi sejak awal peradaban sebenarnya telah ada teknologi, meskipun istilah “teknologi belum digunakan. Pengertian teknologi sendiri menurutnya adalah cara melakukan sesuatu untuk memenuhi kebutuhan manusia dengan bantuan akal dan alat, sehingga seakan-akan memperpanjang, memperkuat atau membuat lebih ampuh anggota tubuh, pancaindra dan otak manusia.
e. Wikipedia.org  mendefenisikan teknologi merupakan perkembangan suatu media / alat yang dapat digunakan dengan lebih efisien guna memproses serta mengendalikan suatu masalah.
Kesimpulannya, ilmu pengetahuan mempunyai teori-teori atau rumus-rumus yang tetap, dan teknologi merupakan praktek atau ilmu terapan dari teori-teori yang berasal dari ilmu pengetahuan. Jadi ilmu pengetahuan dan teknologi mempunyai saling mempunyai hubungan. Jika tidak ada ilmu pengetahuan, teknologi tidak akan ada.
PENGERTIAN KEMISKINAN
Kemiskinan adalah keadaan dimana terjadi ketidakmampuan untuk memenuhi kebutuhan dasar seperti makanan , pakaian , tempat berlindung, pendidikan, dan kesehatan. Kemiskinan dapat disebabkan oleh kelangkaan alat pemenuh kebutuhan dasar, ataupun sulitnya akses terhadap pendidikan dan pekerjaan. Kemiskinan merupakan masalah global. Sebagian orang memahami istilah ini secara subyektif dan komparatif, sementara yang lainnya melihatnya dari segi moral dan evaluatif, dan yang lainnya lagi memahaminya dari sudut ilmiah yang telah mapan,dll.
Kemiskinan dipahami dalam berbagai cara. Pemahaman utamanya mencakup:
  • Gambaran kekurangan materi, yang biasanya mencakup kebutuhan pangan sehari-hari, sandang, perumahan, dan pelayanan kesehatan. Kemiskinan dalam arti ini dipahami sebagai situasi kelangkaan barang-barang dan pelayanan dasar.
  • Gambaran tentang kebutuhan sosial, termasuk keterkucilan sosial, ketergantungan, dan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam masyarakat. Hal ini termasuk pendidikan dan informasi. Keterkucilan sosial biasanya dibedakan dari kemiskinan, karena hal ini mencakup masalah-masalah politik dan moral, dan tidak dibatasi pada bidang ekonomi. Gambaran kemiskinan jenis ini lebih mudah diatasi daripada dua gambaran yang lainnya.
  • Gambaran tentang kurangnya penghasilan dan kekayaan yang memadai. Makna "memadai" di sini sangat berbeda-beda melintasi bagian-bagian politik dan ekonomi di seluruh dunia. Gambaran tentang ini dapat diatasi dengan mencari objek penghasilan di luar profesi secara halal. Perkecualian apabila institusi tempatnya bekerja melarang
KETERKAITAN ANTARA ILMU PENGETAHUAN TEKHNOLOGI DENGAN KEMISKINAN
Ilmu pengetahuan, teknologi dan kemiskinan memiliki kaitan struktur yang jelas. Ilmu pengetahuan dan teknologi merupakan dua hal yang tak terpisahkan dalam peranannya untuk memenuhi kebutuhan insani. Ilmu pengetahuan digunakan untuk mengetahui “apa” sedangkan teknologi mengetahui “bagaimana”. Ilmu pengetahuan sebagai suatu badan pengetahuan sedangkan teknologi sebagai seni yang berhubungan dengan proses produksi, berkaitan dalam suatu sistem yang saling berinteraksi.
Teknologi merupakan penerapan ilmu pengetahuan, sementara teknologi mengandung ilmu pengetahuan di dalamnya.
Bila ditelaah, ilmu pengetahuan dan teknologi dalam penerapannya, keduanya menghasilkan suatu kehidupan di dunia (satu dunia), yang diantaranya membawa malapetaka yang belum pernah dibayangkan. Padahal manusia dalam pekerjaan ilmiahnya tidak hanya bekerja dengan akal budinya, melainkan dengan seluruh eksistensinya. Oleh karena itu, ketika manusia sudah mampu membedakan ilmu pengetahuan (kebenaran) dengan etika (kebaikan), maka kita tidak dapat netral dan bersikap netral terhadap penyelidikan ilmiah. Sehingga dalam penerapan atau mengambil keputusan terhadap sikap ilmiah dan teknologi, terlebih dahulu mendapat pertimbangan moral dan ajaran agama. Ilmuwan selaku ahli teknologi harus bersikap mempunyai tanggung jawab sosial, yakni tanggung jawab terhadap masyarakat menyangkut asas moral mengenai penelitian etis terhadap obyek penelaahankeilmuan dan penggunaan pengetahuan ilmiah (teknologi) dengan segala akibat sosialnya.
Dalam hal kemiskinan struktural, ternyata adalah buatan manusia terhadap manusia lainnya yang timbul dari akibat dan dari struktur politik, ekonomi, teknologi dan sosial buatan manusia pula. Perubahan teknologi yang cepat mengakibatkan kemiskinan, karena mengakibatkan terjadinya perubahan sosial yang fundamental. Sebab kemiskinan diantaranya disebabkan oleh struktur ekonomi, dalam hal ini pola relasi antara manusia dengan sumber kemakmuran, hasil produksi dan mekanisme pasar. Kesemuanya merupakan sub sistem atau sub struktur dari sistem kemasyarakatan. Termasuk di dalamnya ilmu pengetahuan dan teknologi.